
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 akan segera dimulai pada Rabu (27/11/2024). Selama proses elektoral tersebut, dinamika politik semakin intensif bergulir termasuk arah dukungan politik dari para elite dan pejabat negara, seperti Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Anies Rasyid Baswedan. Sebelumnya, eks Presiden Indonesia Jokowi memberikan dukungan politik kepada Ahmad Lutfhi-Taj Yasin yang berlaga di Pilkada Jawa Tengah dan pasangan Ridwan Kamil-Suswono di Pilkada Jakarta.
Kedua pasangan tersebut memperoleh keistimewaan secara politik karena didukung oleh Jokowi yang sangat kentara sebagai pejabat yang populis, terlebih kedua kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur tersebut memperoleh dukungan secara penuh dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang telah mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pemilu 2024. Arah dukungan politik dari Jokowi ke pasangan-pasangan tersebut terekam saat proses kampanye terbuka, di mana Jokowi memberikan sinyalemen politik tersebut kepada Ridwan Kamil di Jakarta pada tanggal 18 November 2024 di Cempaka Putih, Jakarta, dan keikutsertaan Jokowi ke Banyumas bersama Ahmad Lutfhi-Taj Yasin.
Pada saat yang sama, endorsement politik terhadap pasangan calon Ahmad Lutfhi-Taj Yasin kian masif, termasuk dari Presiden Prabowo Subianto yang disampaikan melalui video yang sudah tersebar di media sosial, yang menampilkan ketua umum Partai Gerindra tersebut dengan Ahmad Lutfhi-Taj Yasin yang berada di belakangnya. Teranyar, eks Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan terlihat akan mendukung pasangan calon Pramonon Anung-Rano Karno pada Pilkada 2024.
Kini, yang menjadi pertanyaan khalayak publik, mengapa ketiga aktor politik tersebut memberikan dukungan politiknya secara terbuka di kedua wilayah tersebut seperti Jakarta dan Jawa Tengah?
Arah Politik Jokowi
Setelah tidak menjabat sebagai Presiden Indonesia, Jokowi akan kembali ke kampung halamannya di Kota Solo, Jawa Tengah. Namun, aktivitas politiknya kini semakin intensif kembali dalam Pilkada 2024, terutama di Jawa Tengah dan Jakarta. Keterlibatan Jokowi yang memberikan dukungan politik terhadap kandidat di Pilkada Jawa Tengah ditengarai untuk mempertahankan sekaligus membangun kekuatan politik di Jawa Tengah. Selama ini, teritorial politik di Jawa Tengah dikuasai oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang juga melekat kepada figur Jokowi, karena selama Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 Jokowi didukung oleh PDI-P sebagai rumah politiknya.
Kendati demikian, rumah politiknya tersebut kini tampaknya ditanggalkan, terutama saat proses elektoral di Pemilu 2024, yang menunjukkan ada kerenggangan politik antara Jokowi, Megawati Soekarnoputri, dan PDI Perjuangan yang berbeda sikap politik dalam mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Kini, kerenggangan politik tersebut secara gradual bergulir secara intensif, termasuk dalam Pilkada 2024. Sebab, di satu sisi PDI Perjuangan mengusung Andika Perkasa-Hendrar Prihadi dan di sisi yang lain Jokowi mendukung Ahmad Lutfhi-Taj Yasin yang pernah menjabat sebagai eks Kapolres Surakarta dan salah satu putra ulama kharismatik Indonesia, K.H. Maimoen Zubair.
Saat ini, Jawa Tengah tampaknya akan menjadi teritorial politik yang kompetitif pada Pilkada 2024. Di satu sisi, PDI Perjuangan akan berupaya mempertahankan status qou yang sudah melekat sejak lama pada partai berlambang banteng moncong putih tersebut, dan Jokowi berupaya untuk menjadi kekuatan politik baru di basis politik PDI Perjuangan tersebut. Membangun basis di teritorial politik seperti Jawa Tengah sangat menjanjikan, terlebih Jawa Tengah saat ini kentara dengan figur trah Jokowi. Sebagai wilayah dari trah Jokowi, Jawa Tengah juga perlu dimenangkan oleh Jokowi karena menjadi basis kekuatan bagi putranya yang juga sebagai wakil presiden Gibran Rakabuming Raka.
Sebagai wilayah yang besar dengan populasi pemilih terbanyak ketiga di Indonesia, Jawa Tengah menjadi kunci utama bagi trah Jokowi untuk membangun bargaining position bagi para elite politik domestik dan internasional, terlebih saat ini status politik trah Jokowi di PDI Perjuangan juga mengalami ketidakjelasan, masih menjadi kader atau sudah menanggalkan partai berlambang banteng moncong putih tersebut. Selain itu, setelah lengser dari jabatannya, Jokowi belum memiliki kendaraan politik baru. Daya tawar politik bisa menjadi instrumen utama dalam proses politik, terutama dalam membangun konsensus politik.
Arah Politik Prabowo Subianto
Secara terbuka, Prabowo Subianto memberikan dukungan politik kepada pasangan Ahmad Lutfhi-Taj Yasin di Pilkada 2024. Namun, arah dukungan politik tersebut dalam persepsi politik tampak tidak memiliki urgensinya, terlebih Partai Gerindra belum pernah menduduki posisi ketiga teratas dalam Pileg di Jawa Tengah sejak 2014-2024. Partai Gerindra pada Pileg 2014-2024 tercatat selalu berada pada posisi keempat setelah PDI-P, Golkar, dan PKB. Tercatat, Partai Gerindra pada Pileg 2014 memperoleh 10 kursi, sedangkan pada Pileg 2019 8 kursi, dan Pileg 2024 10 kursi (Kompas Pedia, 2024). Dengan kata lain, merujuk pada hasil Pileg tersebut, sesungguhnya tidak ada urgensi yang kentara bagi Partai Gerindra untuk mendukung secara terbuka pasangan Ahmad Lutfhi-Taj Yasin.
Terlepas dari data yang tersaji tersebut, tampaknya Prabowo Subianto memiliki harapan agar Jawa Tengah dipimpin oleh Ahmad Lutfhi-Taj Yasin karena didukung oleh partai politik dari Koalisi Indonesia Maju yang telah mendukungnya pada Pemilu 2024 sekaligus bisa membangun sinergitas pusat-daerah dan di panggung politik belakang seperti kepentingan politik di masa yang akan datang. Bagi ketua umum Partai Gerindra tersebut, jika mendukung Andika Perkasa-Hendrar Prihadi dianggap komunikasi dan koordinasi pusat-daerah dan kepentingan politik tidak akan berjalan, terlebih Andika Perkasa-Hendrar Prihadi didukung oleh PDI Perjuangan, yang kini tidak berada dalam koalisi pemerintahan, termasuk tidak mendukungnya pada Pemilu 2024. Dan, yang terakhir ini tidak bisa dinafikan yaitu adanya relasional politik Prabowo dan Jokowi, yang dianggapnya sebagai guru politiknya.
Arah Politik Anies
Nasib yang diterima oleh Anies Rasyid Baswedan dalam Pemilu dan Pilkada 2024, membuat dirinya perlu melakukan strategi politik baru, terutama pada pergelaran Pilkada 2024. Menjelang ke masa tenang, Anies Rasyid Baswedan memberikan dukungannya secara simbolik kepada pasangan Pramono Anung-Rano Karno. Sebagai eks Gubernur DKI Jakarta, Anies tentunya memiliki kekuatan politiknya yang bisa diaktivasi untuk memberikan hasil yang berbeda pada Pilkada Jakarta, termasuk kelompok yang memiliki afiliasi kepada Anies seperti Anak Abah – panggilan populer bagi para loyalis atau pendukung Anies Baswedan.
Dukungan politik Anies terhadap Pramono Anung-Rano Karno tentunya lebih terbuka dibandingkan dengan bergabungnya Anies ke Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Ridwan Kamil-Suswono. Anies Rasyid Baswedan dikenal menjadi antitesis dari Jokowi, termasuk pada KIM yang menjadi kompetitornya pada Pemilu 2024. Kehadiran Anies dalam panggung politik Pilkada Jakarta tentunya membawa persaingan politik semakin kompetitif. Bahkan, pasangan calon Ridwan Kamil-Suswono yang didukung penuh oleh KIM akan diprediksi menang satu putaran, akhirnya memperoleh perlawanan politik dari Pramono Anung-Rano Karno yang diusung oleh PDI Perjuangan. Akibatnya, persaingan politik di Pilkada Jakarta cukup sukar diprediksi, karena arena politiknya lebih kompetitif.
Dukungan politik Anies sudah barang tentu merubah konfigurasi politik di Pilkada Jakarta, karena Anies pernah menjabat sebagai Gubernur Jakarta dan pada Pemilu 2024 perolehan suara terhadap pasangan Anies-Muhaimin relatif dan dukungan politik dari pemilih atau loyalis Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang dikenal sebagai rival politik Anies pada Pilkada 2017. Sebanyak 44,2 persen akan mempertimbangkan pilihan politik Anies di Pilkada Jakarta dan akan mempertimbangkan pilihan politik Basuki Tjahaja Purnama sebesar 39,9 persen (Litbang Kompas, 2024). Jika diakumulasikan, dukungan Anies dan Ahok pada Pilkada 2024 tentunya akan menciptakan arena politik yang semakin kompetitif.
Dukungan politik Anies tentunya akan membuka kans politiknya untuk bisa berlaga pada proses elektoral di masa yang akan datang, atau setidaknya sebagai instrumen politik sebagai daya tawar politik di tengah absenya Anies sebagai kandidat pada Pilkada Jakarta. Di kedua wilayah tersebut, baik Pilkada Jakarta dan Pilkada Jawa Tengah secara bersamaan mempertemukan rival politik yang sama, KIM dan PDI Perjuangan yang kompetitif. (LINGKAR STUDI POLITIK MILENIAL)






